Sudah menjadi kebiasaan di Pesantren, bila hari jum'at
atau malam jum'at tiba, wajah para santri riang gembira. Karena bisa kluyuran
kemana saja, kecuali di tempat-tempat tertentu yang harus membutuhkan ijin,
termasuk juga ketika pulang ke rumah.
Di pesantren kami dulu, santri diperbolehkan pulang ke
rumah ketika dia sudah mencapai masa aktif satu bulan di pondok. Itu pun cuma
sehari semalam pulangnya. Jadi seusai sekolah, entah siang atau sore, terus
cabut ke rumah. Kemudian harus balik lagi ke pondok pada hari Jum'at sore.
Batas akhirnya adalah mengikuti shalat jama'ah Maghrib. Kalaupun molor-molor
dikit ya nggak papa, paling cuma ditanya sama bagian Keamanan. Dan, santri yang
pinter, pasti dia ngajak orang tuanya untuk memintakan ijin. Kamu dulu gitu
ya?hehe
Kegiatan santri di hari jum'at itu ya, berjanjenan,
yasinan, ziarah ke makam leluhur, ro'an (kerja bakti), dan, sepak bola. Yang
terakhir itu hukumnya fardhu 'ain. Sepak bola memang salah satu olah raga
terfavorit bagi para santri. Kalaupun ada santri yang tidak suka main bola,
mungkin dia lebih suka mainin bola yang itu, sambil kukur-kukur
mringis-mringis. heuheuheu.
Bahkan, saking gilanya dengan sepak bola, ditiap dinding
kamar ataupun lemari, dipasanglah poster club atau pemain bola idolanya. Nah,
disini ada cerita menarik soal poster bola itu. Ada salah satu santri yang
"lurus-lurus" aja, ketika melihat kamarnya ditempelin dengan foto
pemain bola, dia mengkritik. "Kang, fotone wong kafir kok dipasang neng
tembok?! mendinglah fotone kiai kang."ujarnya. Karena dia merasa kurang
sreg melihat pondok penuh dengan tempelan-tempelan foto yang mereka anggap
kafir itu.
Nah, uniknya disini adalah--walaupun sekelas santri, yang
konon lebih paham soal agama dibanding dengan yang lain, tetapi dia juga
ngefans dengan para artis sepak bola yang konon katanya kafir itu. Saya
kemudian berfikir, ternyata, sepak bola mampu menghipnotis, bukan soal perkara
kafir atau tidak kafir, bukan soal agamamu A atau agamamu B. Tetapi cinta itu
adalah segalanya. Bahkan, teman saya pun siap melanggar aturan pondok, siap
melompat pagar demi melihat MU, Juventus, AC Milan, Inter Milan, Real Madrid,
AS. Roma--di waktu dini hari, demi bisa menonton idolanya itu. Digundul pun tak
apa. Nguras peceren pun tak masalah.
Bahkan, sampai sekarang pun saya masih ingat. Di pondok
saya, koran/tabloid BOLA itu menjadi primadona. Walaupun berita sudah basi,
koran tersebut tidak lantas dibuang seketika, tetapi, kalian tahu? ada
foto/gambar para pemain bola jagoannya. Kemudian di gunting rapi, lalu
ditempelkan ke buku khusus--semacam buku agenda--ditempelin satu persatu, dan
menjadi koleksi pribadi. Semacam museum pribadi.
Saya kemudian tiba-tiba berfikir, kira-kira para santri
itu lebih memilih mana ya, ketika mereka dikasih tawaran antara berziarah ke
Old Trafford, San Siro, Guisepe Meazza, Turin, Allianz arena, Bernebeu,
dibanding dengan ziarah ke Makkah, Madinah, Mesir, Yaman, atau wilayah timur
tengah yang lain? Kalaupun mereka memilih opsi yang kedua, lalu tidak sampai
kemudian pilihannya itu mengurangi kecintaan mereka kepada para pemain bola
yang katanya kafir itu. Bahkan, shalat tahajud pun siap dilakukan demi
mendoakan agar jagoannya bisa cetak gol, dan club kebanggannya itu bisa menang.
Juara!
Jogja, 30-10-2015