Tidak seperti biasanya, pagi-pagi saya sudah
masak--krispy terong sama tempe goreng, dan aneka lauk yang lain. Setelah
matang, makan bareng sama santri kalong gusdurian. Di halaman belakang, kita
bercerita tentang pengalaman dulu ketika di pesantren. Mulai dari kisah cinta, ta'ziran,
ro'an (kerja bakti), hingga pengalaman nglanggar aturan pondok. Semua geyeng,
ger-geran.
Memang, pesantren telah menyimpan sejuta memori dan
kenangan, suka duka ada di dalamnya. Bagaimana dulu pengalaman sewaktu menjadi
santri anyar, hingga pasca lulus dari penjara suci itu. Walaupun sebagian orang
tidak setuju bahwa pesantren/pondok dikatakan sebagai penjara suci. Akan
tetapi, kenyataannnya demikian.
Di dalamnya, kita dikasih aturan yang tetek bengek, nggak
boleh ini-itu, apabila melanggar, kena ta'ziran (hukuman). Di halaman belakang
itu, ada yang mengisahkan, bagaimana ia dulu di kenal santriwati--menjadi orang
terkenal karena sering nglanggar aturan pondok. Tidak ikut ngaji. Sehingga
setiap pagi, subuh tiba, dia ngaji (tadarus qur'an) di samping pondok putri,
sambil berdiri.
Ada juga kisah--yang di atas loteng, dia mencuri-curi
waktu, agar bisa udud (ngrokok). Karena loteng pondok selain sebagai
gudang--banyak barang-barang bekas tak terpakai--juga tempat paling nyaman dan
aman buat ngrokok. Ya, di pondok, kalau belum dapat SIM (Surat Ijin Merokok),
haram hukumnya menjadi ahlul hisab (sebutan bagi para smokers). Dan masih
banyak lagi aneka cara dan jenis kisah ndablegnya anak pesantren.
Dan, cerita lucu itu adalah ketika ada santri dari Jawa Barat,
yang belum kenal sama sekali dengan logat Jawa, karena dia santri baru,
akhirnya dikibulin aja sama santri senior. "Kang, bahasa Jawanya makan
apa?tanya santri baru. "Ngising kang. Jawab santri senior. terus, Kalau
bahasa Jawanya Berak apa kang?" Mangan atau madang, kang"jawab
senior.
Nah, pagi-pagi, sehabis ngaji subuh. Dia bawa piring,
sambil ngajak teman-teman sekamar. Ayo ngising-ayo ngising."pekik santri
baru itu. Loh, ngising kok pakek piring? Mau diwadahi po eeknya?"sahut
teman samping nya. Bukannya bahasa Jawanya makan itu ngising ya
kang?"jawab santri baru itu, polos. Lantas ia diketawain. hahaha, dan ia
baru sadar kalau dikibulin.
Ada juga cerita lucu soal santri baru juga. Sudah menjadi
tradisi, kalau santri baru biasanya dikasih ospek dikit-dikit, sebagai wujud
keakraban bersama. Di suatu malam, menjelang tidur, santri baru dikerjain.
"Eh kang, sampeyan mau tidak lihat tuyul."tanya santri senior. Karena
konon, orang-orang pesantren itu sebagian ahli kasyf (punya indra keenam).
Wajar, jikalau dia pulang ke kampung halaman, sering dimintai do'a, jipa-jipu.
"Mau kang, mau, gimana caranya."jawab santri
baru itu. "Kamu beli dulu lilin di koperasi, terus nanti dihidupin".
Nah, setelah beli dan lilin itu dinyalakan, lampu kamar dimatikan, kemudian,
dibukalah sarung si santri baru itu. Apa yang terjadi?hahaha. Itu kang,
tuyul-nya kelihatan, gede banget.."teriak santri senior yang kurang ajar
itu. Hahaha.
Dan cerita lucu lagi adalah, di pesantren manapun anda
berada, pasti Anda atau teman anda mendapatkan laqob (julukan). Kalau tidak
daerah asal kamu tinggal, ya, hal-hal yang unik di dalam dirimu, seperti teman
saya dulu ada yang dipanggil Krandon, Gembong, Mblobok, dan lain-lain, karena
ia berasal dari desa tersebut. Ada juga laqob yang paling parah adalah ketika
dipanggil nama orang tua, bapaknya. Yang pernah mondok pasti nyengir-nyengir
sendiri bacanya. Nah, ada teman saya yang dulu kena punishment karena
tertangkap mbribik santriwati, kemudian dia digundul, lalu dipanggilah dia
"cimol". Sampai sekarang. Waktu itu marak jajanan cimol; cilik molor.
Dan, ada juga yang bisulen/gudiken di pipi berkali-kali,
lalu dia dipanggil apa coba? "Silikon" bro! hahaha.
Sampai di sini dulu, nanti ceritanya dilanjut lagi.
Jangan lupa jama'ah, terus sekolah diniyyah ya.
Jogja, 26-10-2015