Pengantar penulis

Menulis itu berat, biar aku saja yang melakukannya. Kalian tinggal baca aja :)

GEMPA

Pagi buta, sekitar pukul 1.10, Jepara dan sekitarnya diguncang gempa, 5.0 SR. Banyak orang yang berhamburan keluar dari rumah. Yang sudah terjaga menjadi terbangun, kaget, panik.

Namun, ada juga yang biasa saja sambi menikmati goyangannya.

Bulan yang lalu, ibu berujar kepada saya ketika Jogja di guncang gempa. "nang, aja urip nek Jogja ya, medeni ngono kok". Saya pun menimpalinya dengan nada santai, "biasa mawon bu, insya Allah mboten nopo-nopo". Waktu itu posisi saya sedang berada di Jepara, karena hari Raya Haji.

Gempa memang tidak mengenal waktu dan tempat. Ia bisa terjadi kapan saja kalau dia mau mengguncang dan menggoyang suasana. Tapi, semua juga bisa menjadi pertanda. Ada apa dengan bumi kita? Sudah berbaikkah kita kepadanya?

Semalam, bertepatan dengan hari Asyura sekaligus juga malam Jum'at Kliwon, adalah malam sakral. Saya kebetulan ikut mujahadahan di Kulon Progo. Bersama warga di sana, membangun kekuatan untuk menolak bandara. Perlu diketahui, saat ini ada proyek besar dari pemerintah setempat mau dibangun bandara internasional di wilayah sana.

Saya tidak bisa membayangkan, ada 4 desa yang pasti akan dihancurkan. Luluh lantah dengan landasan pesawat. Lalu, bagaimana dengan sawah mereka? karena sebagian besar warga di sana adalah para petani. Belum lagi dampak lingkungan yang ditimbulkan? Jadi, semua kejadian pasti ada isyarat dan petanda. Termasuk gempa semalam. Anda orang Jawa? pasti tahu dan yakin akan hal ini. Setiap kejadian pasti ada sabab musababnya.

Seperti pada hari Asyuro seperti saat ini. Di kalangan Sunni, telah diyakini bahwa pada hari ini; Nabi Yunus dikeluarkan dari perut ikan Paus. Nabi Isa as. atau Yesus, diangkat ke langit (dirafa’) setelah tentara Roma gagal menyalibnya. Nabi Musa selamat dari bala tentara Fira’un disaat menyeberangi laut merah, Nabi Ibrahim selamat dari apinya Raja Namrudz ketika dibakar hidup-hidup. Dan lain sebagainya. Pertanyaannya kemudian, kenapa para Nabi diselamatkan oleh Tuhan dalam kondisi yang begitu berat? Pasti ada ihwal yang melatarbelakanginya. Ya, sabab musabab (lagi).

Saya kasih bocoran dikit. Coba amati apa yang dilakukan oleh beliau semua, para Nabi. Nabi Yunus (Dzun Nun), membaca do’a; “Laailaaha illa Anta Subhanaka Inni Kuntu Min al-Dzolimin” (QS. Al-Anbiya’ 87). Silahkan buka bagaimana penafsiran dari surat ini. Begitu juga Nabi Ibrahim, sebelum dibakar oleh sang Raja, terjadi dialog antara keduanya, Apakah kamu yang menghancurkan berhala besar itu wahai Ibrahim. Nabi Ibrahim menjawab, “Sebenarnya patung (besar) itu yang melakukannya, maka tanyakannlah pada mereka, jika mereka dapat berbicara," jawab Nabi Ibrahim Lihat, QS. Al anbiya 62-63, dan cari penafsirannya. Wah, bisa jadi judul skripsi/tesis nih. ‘Kisah Para Nabi di dalam QS. Al-Anbiya’. Hehehe

Ya, semuanya tidak lepas dari petanda. Sewaktu saya di Kulon Progo semalam, saya diajak memasuki ruang peninggalan sinuhun ke IX. Di sana banyak benda-benda dan situs sejarah yang sangat istimewa. Mulai dari tombak, pusaka, mahkota, dan lain-lain. Ada juga candi wisuda petilasan. Dan konon, di Gunung Lanang di daerah Kulon Progo tersebut, di bawahnya ada candi dan sumur yang tidak terlihat (kasat mata). Bagi ia yang tidak mempunyai mata bathin, belum bisa melihatnya, termasuk saya. “Dan bisa dibayangkan mas, bila bandara jadi dibangun, betapa bodohnya pemerintah setempat.” Ujar bapak yang ikut masuk bersama saya.

Peninggalan para raja mataram itu akan hancur di tangan anak dan keturunannya sendiri. Bobroknya organisasi pemerintahan karena ulah para menterinya, karena sikap politik yang membabi buta. Carut marutnya lembaga/organisasi masyarakat bukan karena orang lain, tetapi karena diri sendiri. Jadi, berhenti menyalahkan orang lain, karena kehancuran suatu kaum, kehancuran suatu wilayah, kehancuran alam dan lingkungan karena diri kita. Bukan orang lain, kan? Lalu, ada petanda apa gempa yang terjadi di Jepara tadi pagi? Mengapa wilayahnya di Timur Laut? Wallahua’lam.




Leave a Reply