Pagi buta, sekitar pukul 1.10, Jepara dan sekitarnya
diguncang gempa, 5.0 SR. Banyak orang yang berhamburan keluar dari rumah. Yang
sudah terjaga menjadi terbangun, kaget, panik.
Namun, ada juga yang biasa saja sambi menikmati
goyangannya.
Bulan yang lalu, ibu berujar kepada saya ketika Jogja di
guncang gempa. "nang, aja urip nek Jogja ya, medeni ngono kok". Saya
pun menimpalinya dengan nada santai, "biasa mawon bu, insya Allah mboten
nopo-nopo". Waktu itu posisi saya sedang berada di Jepara, karena hari
Raya Haji.
Gempa memang tidak mengenal waktu dan tempat. Ia bisa
terjadi kapan saja kalau dia mau mengguncang dan menggoyang suasana. Tapi,
semua juga bisa menjadi pertanda. Ada apa dengan bumi kita? Sudah berbaikkah
kita kepadanya?
Semalam, bertepatan dengan hari Asyura sekaligus juga
malam Jum'at Kliwon, adalah malam sakral. Saya kebetulan ikut mujahadahan di
Kulon Progo. Bersama warga di sana, membangun kekuatan untuk menolak bandara.
Perlu diketahui, saat ini ada proyek besar dari pemerintah setempat mau
dibangun bandara internasional di wilayah sana.
Saya tidak bisa membayangkan, ada 4 desa yang pasti akan
dihancurkan. Luluh lantah dengan landasan pesawat. Lalu, bagaimana dengan sawah
mereka? karena sebagian besar warga di sana adalah para petani. Belum lagi
dampak lingkungan yang ditimbulkan? Jadi, semua kejadian pasti ada isyarat dan
petanda. Termasuk gempa semalam. Anda orang Jawa? pasti tahu dan yakin akan hal
ini. Setiap kejadian pasti ada sabab musababnya.
Seperti pada hari Asyuro seperti saat ini. Di kalangan
Sunni, telah diyakini bahwa pada hari ini; Nabi Yunus dikeluarkan dari perut
ikan Paus. Nabi Isa as. atau Yesus, diangkat ke langit (dirafa’) setelah
tentara Roma gagal menyalibnya. Nabi Musa selamat dari bala tentara Fira’un
disaat menyeberangi laut merah, Nabi Ibrahim selamat dari apinya Raja Namrudz
ketika dibakar hidup-hidup. Dan lain sebagainya. Pertanyaannya kemudian, kenapa
para Nabi diselamatkan oleh Tuhan dalam kondisi yang begitu berat? Pasti ada
ihwal yang melatarbelakanginya. Ya, sabab musabab (lagi).
Saya kasih bocoran dikit. Coba amati apa yang dilakukan
oleh beliau semua, para Nabi. Nabi Yunus (Dzun Nun), membaca do’a; “Laailaaha
illa Anta Subhanaka Inni Kuntu Min al-Dzolimin” (QS. Al-Anbiya’ 87). Silahkan
buka bagaimana penafsiran dari surat ini. Begitu juga Nabi Ibrahim, sebelum
dibakar oleh sang Raja, terjadi dialog antara keduanya, Apakah kamu yang
menghancurkan berhala besar itu wahai Ibrahim. Nabi Ibrahim menjawab, “Sebenarnya
patung (besar) itu yang melakukannya, maka tanyakannlah pada mereka, jika
mereka dapat berbicara," jawab Nabi Ibrahim Lihat, QS. Al anbiya 62-63,
dan cari penafsirannya. Wah, bisa jadi judul skripsi/tesis nih. ‘Kisah Para
Nabi di dalam QS. Al-Anbiya’. Hehehe
Ya, semuanya tidak lepas dari petanda. Sewaktu saya di
Kulon Progo semalam, saya diajak memasuki ruang peninggalan sinuhun ke IX. Di
sana banyak benda-benda dan situs sejarah yang sangat istimewa. Mulai dari
tombak, pusaka, mahkota, dan lain-lain. Ada juga candi wisuda petilasan. Dan
konon, di Gunung Lanang di daerah Kulon Progo tersebut, di bawahnya ada candi
dan sumur yang tidak terlihat (kasat mata). Bagi ia yang tidak mempunyai mata
bathin, belum bisa melihatnya, termasuk saya. “Dan bisa dibayangkan mas, bila
bandara jadi dibangun, betapa bodohnya pemerintah setempat.” Ujar bapak yang
ikut masuk bersama saya.
Peninggalan para raja mataram itu akan hancur di tangan
anak dan keturunannya sendiri. Bobroknya organisasi pemerintahan karena ulah para
menterinya, karena sikap politik yang membabi buta. Carut marutnya
lembaga/organisasi masyarakat bukan karena orang lain, tetapi karena diri
sendiri. Jadi, berhenti menyalahkan orang lain, karena kehancuran suatu kaum,
kehancuran suatu wilayah, kehancuran alam dan lingkungan karena diri kita.
Bukan orang lain, kan? Lalu, ada petanda apa gempa yang terjadi di Jepara tadi
pagi? Mengapa wilayahnya di Timur Laut? Wallahua’lam.