Pengantar penulis

Menulis itu berat, biar aku saja yang melakukannya. Kalian tinggal baca aja :)

Di usianya yang ke 30 tahun, dia masih menutup dirinya dengan sebuah 'kegilaan' dan ketidakwarasan--gila demikian anggapan awam karena sering tertawa dan ngobrol sendiri tanpa sebab.

***
Diberi anak yang taat dan patuh kepada orang tua adalah sebuah anugerah, karena tidak semua orang mendapatkan itu. Namun bila dititipi oleh Allah seorang anak yang diberi 'keistimewaan' dan 'kelebihan', adalah sebuah mukjizat, karena tidak semua orang diberi dan dititipi. Hanya orang terpilih dan pilihan yang mampu menerimanya dengan keikhlasan dan lapang dada.

Allah tidak akan menitipkan seorang anak kepada hambanya bila hamba tersebut tidak akan mampu mengasuhnya. Bersyukur atas anugerah anak yang taat dan patuh adalah lumrah dan hal biasa--karena begitulah seharusnya. Namun bersyukur dan bersabar dengan titipan seorang anak yang 'istimewa' adalah jempol lima.

Tidak banyak orang tua yang memahami karakter anaknya yang 'istimewa' itu. Akhirnya dia divonis dengan caci maki, hinaan, dan bully. Tidak ada kata yang bagus untuknya, selain sumpah serapah dan tidak terima atas apa yang telah dititahkan oleh Tuhan kepadanya.

Memang, maksud hati bukan demikian, karena dalam setiap ibadah, namanya selalu disertakan, agar menjadi orang yang baik, bahkan terbaik di lingkungannya. "waladun sholih".

Dalam hal ini, peran orang tua sangat penting. Kasih sayang, cinta, dan kesabaran. Merawatnya harus dengan maqam cinta, karena maqam syariat hanya bisa menampung benar dan salah. Sementara cinta dan kasih sayang sudah melampui itu. Bukan lagi soal benar-salah, baik-buruk.

Kesalahan yang dilakukan bisa jadi karena ketidaktahuannya. Ketidakmengertiannya (karena diakui atau tidak anak tersebut belum mukallaf--walaupun usianya 30 tahun). Namun kewajiban dan tugas orang tua adalah mengarahkan, bukan memaki atau memvonisnya. Bila ada orang lain menilainya sebagai buruk dan hina, karena memang orang lain belum bisa memahami dan mengetahui dunianya.

Sosok 30 tahun itu, dia tidak pernah 'ngrasani' kejelekan orang lain. Bila dia melakukan kesalahan, karena atas ketidaktahuannya. Kemarin dia sempat bilang kepada saya, bahwa pesan bapak yang masih diingatnya: "ojo nglarani wong, dan dunia itu hanyalah permainan dan arena sendau gurau", dengan fasih dia mengucapkan: "innamal hayatud dunya illa lahwun wa la'ib".

Dengan spontan, dalam kelopaknya, ada linangan air mata. Sebuah ucapan ketulusan, dan saya tidak tahu, siapa yang menggerakkan?

Jogja, 23 Maret 2018.



Leave a Reply